Foto Wisuda

Sabtu, 18 Oktober 2008

foto wisuda

Email this post

Ilmu dan Teknologi Daging

Rabu, 08 Oktober 2008


Tinjauan Pustaka
Warna Daging
Banyak faktor yang mempengaruhi warna daging, termasuk pakan, spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, tingkat aktivitas dan tipe otot, PH dan oksigen. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi penentu utama warna daging,yaitu konsentrasi pigmen daging mioglobin.
Tipe molekol mioglobin, status kima mioglobin dan kondisi kimai serta fisik komponen lain dalam daging mempunyai peranan besar dalam menentukan warna daging.perbedaan warna permukaan daging, terutama disebabkan oleh status kimia molekul mioglobin. Bentuk kimia warna daging segar yang diinginkan oleh kebanyakan konsumen adalah merah terang oksimioglobin. Proporsi relatif dan distribusi ketiga pigmen daging, yaitun mioglobin reduksi ungu, oksimioglobin merah terang, dan metmioglobin coklat, akan menentukan intensitas warna daging.
Mioglobin mengalami perubahan perubahan pada potongan daging yang berwarna gelap, misalnya pada daging sapi berwarna merah gelap (DCB). Daging semacam ini mempunyai pH postmortem yang tinggi dengan daya ikat air yang pula dan tekstur yang lekat.(soeparno, 2005)
Daya Ikat Air Daging
Daya ikat air oleh protein daging atau water holding capacity atau water bonding capacity (WHC atau WBC) adalah kemampuan daging untuk mengikat airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar, misalnya pemotongan daging, emanasan, penggilingan, dan tekanan (Soeparno, 2005).
Menurut Soeparno (2005) bahwa, daya ikat air oleh protein daging (DIA) dapat ditentukan dengan beberapa cara, antara lain metode Hamm (1972), yaitu dengan membebani atau mengepres 0,3 g sampel daging dengan beban 35 kg pada suatu kertas saring diantara dua plat kaca selama 5 menit. Area yang tertutup sampel daging yang telah menjadi pipih, dan luas area basah di sekelilingnya pada kertas saring beserta sampel daging ditandai dan setelah pengepresan selesai, dapat diukur (misalnya digambar pada kertas grafik). Area basah diperoleh dengan mengurangkan area yang tertutup daging dari area total yang meliputi pula area basah pada kertas saring. Kandungan air daging dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Mg H2O = area basah (cm2) - 8,0 (Soeparno, 2005)
0,0948
Penurunan DIA dapat diketahui dengan adanya eksudasi cairan yang disebut weep pada daging mentah yang belum dibekukan atau drip pada daging mentah beku yang disegarkan kembali atau kerut pada daging masak. Eksudasi berasal dari cairan dan lemak daging (Soeparno, 2005)
DIA dipengaruhi oleh pH. DIA menurun dari pH tinggi sekitar 7-10 sampai pada pH titik isoelektrik protein-protein daging antara 5,0-5,1. Pada pH ini protein daging tidak bermuatan (jumlah muatan positif sama dengan jumlah muatan negatif) dan solubilitasnya minimal. Pada pH yang lebih tinggi dari pH isoelektrik protein daging, sejumlah muatan positif dibebaskan dan terdapat surplus muatan negatif yang mengakibatkan penolakan dari miofilamen dan memberi lebih banyak ruang untuk molekul air (Soeparno, 2005).
Periode pembentukan asam laktat yang menyebabkan penurunan pH otot postmortem, menurunkan DIA daging dan banyak air yang berasosiasi dengan protein otot akan bebas meninggalkan serabut otot. Penurunan pH yang cepat, misalnya karena pemecahan ATP yang cepat, akan meningkatkan kontraksi aktomiosin dan menurunkan DIA protein (Soeparno, 2005).
Pelayuan meningkatkan DIA daging pada berbagai macam pH karena perubahan hubungan air-protein, yaitu peningkatan muatan melalui absorpsi ion K+ dan pembebasan Ca++, atau melemahnya miofibril karena perubahan struktur jalur Z dan ban I. Sebaliknya, penyimpanan terlalu lama akan menurunkan DIA dan terjadinya perubahan struktur protein daging. Pemasakan menyebabkan perubahan DIA karena adanya solubilitas protein daging. Temperatur tinggi meningkatkan denaturasi protein dan menurunkan DIA (Soeparno, 2005).
Di samping faktor pH, pelayuan dan pemasakan atau pemanasan, DIA daging juga dipengaruhi oleh faktor yang menyebabkan perbedaan DIA diantara otot, misalnya spesies, umur dan fungsi otot, serta pakan, transportasi, temperatur, kelembaban, penyimpanan dan preservasi, jenis kelamin, kesehatan, perlakuan sebelum pemotongan dan lemak intramuskular. Perbedaan DIA disebabkan oleh perbedaan jumlah asam laktat yang dihasilkan, sehingga pH diantara dan di dalam otot berbeda (Soeparno, 2005).



pH Daging
Nilai pH digunakan untuk menunjukkan tingkat keasaman dan kebasaan suatu substansi. Jaringan otot hewan pada saat hidup mempunyai nilai pH sekitar 5,1 sampai 7,2 dan menurun setelah pemotongan karena mengalami glikolisis dan dihasilkan asam laktat yang akan mempengaruhi pH. pH ultimat daging tercapai setelah glikolisis otot menjadi habis atau setelah enzim-enzim glikolitik menjadi tidak aktif pada pH rendah atau glikogen tidak lagi sensitif terhadap serangan-serangan enzim glikolitik. pH ultimat normal daging postmortem adalah sekitar 5,5 yang sesuai dengan titik isoelektrik sebagian besar protein daging termasuk protein miofibril (Lawrie, 1995).
Temperatur lingkungan (penyimpanan) mempunyai hubungan yang erat dengan penurunan pH karkas postmortem. Temperatur tinggi pada dasarnya meningkatkan laju penurunan pH, sedangkan temperatur rendah menghambat laju penurunan pH (Soeparno, 1998).
Nilai pH juga berpengaruh terhadap keempukan daging. Daging dengan pH tinggi mempunyai keempukan yang lebih tinggi daripada daging dengan pH rendah. Kealotan atau keempukan serabut otot pada kisaran pH 5,4 sampai 6,0 lebih banyak ditentukan oleh status kontraksi serabut otot dari pada oleh status fisik serabut otot (Bouton et al, 1986).

Susut Masak Daging
Pada temperatur pemasakan 80oC, daging yang mengalami pemenedekan dingin pada pH normal 5,4-5,8 menghasilkan susut masak yang lebih besar daripada susut masak daging regang dengan panjang serabut yang sama. Pemasakan pada temperatur 90oC juga dapat menghasilakn susut masak otot (misalnya ST steer) pendek dingin yang lebih besar daripada otot regang.
Susut masak menurun secara linear dengan bertambahnya umur tenak. Misalnya pada sapi, susut mask otot SM yang dimasak pada temperatur 80o C selama 90 menit, menurun dengan meingkatnya umur.
Konsumsi pakan dapat mempengaruhi besarnya susut masak. Misalnya susut otot LD domba yang diberi pakan maintenans (imbangan energi nol) dan submaintenans (imbangan energi negatif) adalah lebih kecil daripada otot LD domba yang diberi pakan dengan imbangan energi poitif.

Keempukan Daging
Bagi konsumen, daging dari berbagai spesies dan bangsa ternak mempunyai akseptansi yang berbeda. Di antara individu konsumen, nilai akseptansi daging juga berbeda, tergantung pada faktor fisiologis dan sensasi organoleptik. Salah satu faktor yang ikut menentukan kelezatan dan daya terima daging adalah tekstur dan keempukan. Keempukan bervariasi di antara spesies, bangsa, ternak dalam spesies yang sama, potongan karkas, dan di antara otot, serta pada otot yang sama (Soeparno, 2005).
Keempukan dan tekstur daging merupakan penentu paling penting pada kualitas daging. Keempukan daging ditentukan oleh tiga komponen daging, yaitu struktur miofibrilar dan status kontraksinya, kandungan jaringan ikat dan tingkat ikatan silangnya, dan daya ikat air oleh protein daging serta jus daging (Bouton et al., 1971).
Pada prinsipnya keempukan daging dapat ditentukan secara subjektif dan objektif. Penentuan keempukan dengan metode subjektif dilakukan dengan cara struktur atau non struktur dan uji panel cita rasa atau panel taste. Pengujian secara objektif dapat dilakukan secara mekanik dengan uji daya putus Warner-Bratzler (Amerine et al., 1965).
Nilai daya putus Warner-Bratzler menunjukkan tingkat keempukan daging. Proses pelayuan akan menurunkan daya putus Warner-Bratzler, sehingga dapat meningkatkan keempukan daging. Pengaruh pelayuan dan peregangan otot terhadap daya putus Warner-Bratzler menjadi lebih besar setelah pemasakan (Bouton and Harris, 1972).
Papain, bromelin dari nanas dan fisin dari tanaman fig menghasilkan perubahan keempukan awal dan residu serabut-serabut jaringan ikat, sedangkan proteolitik fungal dan bacterial hanya mempengaruhi keempukan awal terhadap protein-protein serabut otot (Bratzler, 1971).












Hasil dan Pembahasan

Warna Daging

Daya Ikat Air Daging
Tabel Kadar Air Daging
Sampel Kadar air bebas Kadar air total
Luas area basah Mg H2O Kadar air bebas Berat sebelum dioven Berat setelah dioven Kadar air total % DIA
0,3 gr 18,5 cm2 187,15 62,38% 1,5 gr 0,7 gr 80% 17,62%

Sampel daging seberat 0,3 gram diletakkan diantara dua plt kaca, dialasi dengan kertas saring dan diberi beban 35 kg selama 5 menit. Luas area basah yang terbentuk adalah 18,5 cm2. Dengan menggunakan rumus, didapatkan mg H2O yaitu
Mg H2O = area basah (cm2) - 8,0
0,0948
= 18,5 - 8,0
0,0948
= 195,15 – 8,0
= 187,15
Kadar air bebas = mg H2O x 100%
300
= 187,15 x 100%
300
= 62,38%
KAT = x –y x 100%
1 gram
= 1,5-0,7 x 100%
1 gram
= 80%
% DIA = KAT – KAB
= 80%-62,38% = 17,62%
DIA daging dipengaruhi oleh faktor pH, pelayuan dan pemasakan atau pemanasan,yang menyebabkan perbedaan DIA diantara otot, misalnya spesies, umur dan fungsi otot, serta pakan, transportasi, temperatur, kelembaban, penyimpanan dan preservasi, jenis kelamin, kesehatan, perlakuan sebelum pemotongan dan lemak intramuskular. Perbedaan DIA disebabkan oleh perbedaan jumlah asam laktat yang dihasilkan, sehingga pH diantara dan di dalam otot berbeda.

pH Daging
Daging pada bagian LD seberat 10 gram dicacah kemudian ditambahkan 10ml aquades dan diaduk homogen. pH daging diukur dengan menggunakan pH meter dan dilakukan sebanyak tiga kali kemudian hasilnya dirata-rata. Dari percobaan diperoleh hasil pada pengukuran yang pertama didapatkan pH 5,90. Pengukuran yang kedua diperoleh 5,90 dan yang ketiga adalah 5,92. Dari ketiga hasil yang diperoleh dapat diambil rata-rata pH daging pada pengukuran ini adalah 5,91. Perbandingan data pengukuran pH daging pada kelompok lain yaitu pada pengukuran pertama diperoleh pH 5,92, kedua 5,92 dan yang ketiga 5,92 sehingga dapat diambil rata-rata 5,92. pH daging yang didapat adalah 5,91, hal ini berada pada kisaran normal pH daging. Menurut Bouton et al (1986) variasi pH ultimat secara merata dan teratur untuk otot LD, SM, BF, A, ST, PM, dan DP adalah 5,5 sampai 7,2.





Susut Masak Daging

Keempukan Daging

sampel keempukan
I II III rata-rata
11,6 8,1 21 19,6 16,23
Uji keempukan daging menggunakan sampel daging dari uji susut masak. Sampel dipotong searah serat dengan ukuran tebal 0,67 cm dan lebar 1,5 cm. Pengukuran sampel dilakukan dengan mengunakan jangka sorong. Sampel yang telah dipotong diletakkan pada alat Warner-Bratzler shear force untuk diuji tingkat keempukannya. Peletakan sampel pada alat Warner-Bratzler shear force harus tegak lurus dengan arah serat. Pengujian dilakukan terhadap beberapa sub sampel di tiga bagian yang berbeda kemudian hasilnya di rata-rata.
Pada pengujian terhadap sub sampel pertama skala yang terbaca adalah 8,1 kemudian pada pengujian kedua diperoleh skala 21, dan pada pengujian ketiga skala yang terbaca adalah 19,6. Dari ketiga pengujian yang dilakukan terdapat perbedaan yang mencolok antara pengujian pertama dengan dua pengujian selanjutnya. Hal ini disebabkan karena pada pengujian pertama letak sampel pada alat Warner-Bratzler shear force tidak tegak lurus dengan arah serat.
Angka yang terbaca pada alat Warner-Bratzler shear force merupakan nilai daya putus Warner-Bratzler (WB). Pada pengujian ini diperoleh hasil rata-rata nilai daya putus Warner-Bratzler (WB) 16,23. Sampel yang digunakan telah mengalami proses pemasakan sehingga mempengaruhi keempukannya. Pengaruh pelayuan dan peregangan otot terhadap daya putus Warner-Bratzler menjadi lebih besar setelah pemasakan (Bouton and Harris, 1972). Selain itu keempukan juga bervariasi di antara spesies, bangsa, ternak dalam spesies yang sama, potongan karkas, dan di antara otot, serta pada otot yang sama (Soeparno, 2005).



Kesimpulan

Setelah melakukan uji keempukan dengan alat Warner-Bratzler shear force diperoleh rata-rata nilai daya putus Warner-Bratzler (WB) adalah 16,23. Dari praktikum ini juga diketahui bahwa lama proses pemasakan akan mempengaruhi nilai daya putus Warner-Bratzler (WB).

























Daftar Pustaka

Amerine, M.A., R.M. Pangborn, dan E.B. Roessler. 1965. Principles of Sensory Evaluation of Food. Academic Press. New York
Bouton, P.E., P.V. Harris, dan W.R. Shorthose. 1971. Jurnal of Food Science. Hal.435
Bouton, P.E., P.V. Harris and W.R. Shorthose. 1986. Factor Influencing Cooking Losses from Meat. J.Food Scl.
Bouton, P.E. dan P.V. Harris.1972. Jurnal of Food Science. Hal.140, 218.
Bratzler, L.J.1971. The Science of Meat and Meat Products 2nd Edition. W.H. Freeman and Co. San Fransisco
Lawrie, R. A. 1995. Ilmu Daging. Edisi ke-5. Terjemahan Aminudin Parakasi. UI press. Jakarta.
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke-3. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging Cetakan Keempat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta














Lampiran

Email this post

Membangun dan Membina Militansi Kita

Ba'da tahmid wa shalawat

Ikhwah rahimakumullah, Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur'an Surat 19 Ayat 12 : .....
Ya Yahya hudzil kitaaba bi quwwah ..." (QS. Maryam (19):12)

Tatkala Allah SWT memberikan perintah kepada hamba-hamba-Nya yang ikhlas, Ia tak hanya menyuruh mereka untuk taat melaksanakannya melainkan juga harus mengambilnya dengan quwwah yang bermakna jiddiyah, kesungguhan-sungguhan.

Sejarah telah diwarnai, dipenuhi dan diperkaya oleh orang-orang yang sungguh-sungguh. Bukan oleh orang-orang yang santai, berleha-leha dan berangan-angan. Dunia diisi dan dimenangkan oleh orang-orang yang merealisir cita-cita, harapan dan angan-angan mereka dengan jiddiyah (kesungguh-sungguhan) dan kekuatan tekad.

Namun kebatilan pun dibela dengan sungguh-sungguh oleh para pendukungnya, oleh karena itulah Ali bin Abi Thalib ra menyatakan: "Al-haq yang tidak ditata dengan baik akan dikalahkan oleh Al-bathil yang tertata dengan baik".

Ayyuhal ikhwah rahimakumullah,
Allah memberikan ganjaran yang sebesar-besarnya dan derajat yang setinggi-tingginya bagi mereka yang sabar dan lulus dalam ujian kehidupan di jalan dakwah. Jika ujian, cobaan yang diberikan Allah hanya yang mudah-mudah saja tentu mereka tidak akan memperoleh ganjaran yang hebat. Di situlah letak hikmahnya yakni bahwa seorang da'i harus sungguh-sungguh dan sabar dalam meniti jalan dakwah ini. Perjuangan ini tidak bisa dijalani dengan ketidaksungguhan, azam yang lemah dan pengorbanan yang sedikit.

Ali sempat mengeluh ketika melihat semangat juang pasukannya mulai melemah, sementara para pemberontak sudah demikian destruktif, berbuat dan berlaku seenak-enaknya. Para pengikut Ali saat itu malah menjadi ragu-ragu dan gamang, sehingga Ali perlu mengingatkan mereka dengan kalimatnya yang terkenal tersebut.

Ayyuhal ikhwah rahimakumullah,
Ketika Allah menyuruh Nabi Musa as mengikuti petunjuk-Nya, tersirat di dalamnya sebuah pesan abadi, pelajaran yang mahal dan kesan yang mendalam:

"Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami berfirman): "Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang teguh kepada perintah-perintahnya dengan sebaik-baiknya, nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasiq".(QS. Al-A'raaf (7):145)

Demikian juga perintah-Nya terhadap Yahya, dalam surat Maryam ayat 12 :

"Hudzil kitaab bi quwwah" (Ambil kitab ini dengan quwwah). Yahya juga diperintahkan oleh Allah untuk mengemban amanah-Nya dengan jiddiyah (kesungguh-sungguhan). Jiddiyah ini juga nampak pada diri Ulul Azmi (lima orang Nabi yakni Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, Muhammad yang dianggap memiliki azam terkuat).

Dakwah berkembang di tangan orang-orang yang memiliki militansi, semangat juang yang tak pernah pudar. Ajaran yang mereka bawa bertahan melebihi usia mereka. Boleh jadi usia para mujahid pembawa misi dakwah tersebut tidak panjang, tetapi cita-cita, semangat dan ajaran yang mereka bawa tetap hidup sepeninggal mereka.

Apa artinya usia panjang namun tanpa isi, sehingga boleh jadi biografi kita kelak hanya berupa 3 baris kata yang dipahatkan di nisan kita: "Si Fulan lahir tanggal sekian-sekian, wafat tanggal sekian-sekian".

Hendaknya kita melihat bagaimana kisah kehidupan Rasulullah saw dan para sahabatnya. Usia mereka hanya sekitar 60-an tahun. Satu rentang usia yang tidak terlalu panjang, namun sejarah mereka seakan tidak pernah habis-habisnya dikaji dari berbagai segi dan sudut pandang. Misalnya dari segi strategi militernya, dari visi kenegarawanannya, dari segi sosok kebapakannya dan lain sebagainya.
Seharusnyalah kisah-kisah tersebut menjadi ibrah bagi kita dan semakin meneguhkan hati kita. Seperti digambarkan dalam QS. 11:120, orang-orang yang beristiqomah di jalan Allah akan mendapatkan buah yang pasti berupa keteguhan hati. Bila kita tidak kunjung dapat menarik ibrah dan tidak semakin bertambah teguh, besar kemungkinannya ada yang salah dalam diri kita. Seringkali kurangnya jiddiyah (kesungguh-sungguhan) dalam diri kita membuat kita mudah berkata hal-hal yang membatalkan keteladanan mereka atas diri kita. Misalnya: "Ah itu kan Nabi, kita bukan Nabi. Ah itu kan istri Nabi, kita kan bukan istri Nabi". Padahal memang tanpa jiddiyah sulit bagi kita untuk menarik ibrah dari keteladanan para Nabi, Rasul dan pengikut-pengikutnya.

Ayyuhal ikhwah rahimakumullah,
Di antara sekian jenis kemiskinan, yang paling memprihatinkan adalah kemiskinan azam, tekad dan bukannya kemiskinan harta.

Misalnya anak yang mendapatkan warisan berlimpah dari orangtuanya dan kemudian dihabiskannya untuk berfoya-foya karena merasa semua itu didapatkannya dengan mudah, bukan dari tetes keringatnya sendiri. Boleh jadi dengan kemiskinan azam yang ada padanya akan membawanya pula pada kebangkrutan dari segi harta. Sebaliknya anak yang lahir di keluarga sederhana, namun memiliki azam dan kemauan yang kuat kelak akan menjadi orang yang berilmu, kaya dan seterusnya.

Demikian pula dalam kaitannya dengan masalah ukhrawi berupa ketinggian derajat di sisi Allah. Tidak mungkin seseorang bisa keluar dari kejahiliyahan dan memperoleh derajat tinggi di sisi Allah tanpa tekad, kemauan dan kerja keras.

Kita dapat melihatnya dalam kisah Nabi Musa as. Kita melihat bagaimana kesabaran, keuletan, ketangguhan dan kedekatan hubungannya dengan Allah membuat Nabi Musa as berhasil membawa umatnya terbebas dari belenggu tirani dan kejahatan Fir'aun.

Berkat do'a Nabi Musa as dan pertolongan Allah melalui cara penyelamatan yang spektakuler, selamatlah Nabi Musa dan para pengikutnya menyeberangi Laut Merah yang dengan izin Allah terbelah menyerupai jalan dan tenggelamlah Fir'aun beserta bala tentaranya.

Namun apa yang terjadi? Sesampainya di seberang dan melihat suatu kaum yang tengah menyembah berhala, mereka malah meminta dibuatkan berhala yang serupa untuk disembah. Padahal sewajarnya mereka yang telah lama menderita di bawah kezaliman Fir'aun dan kemudian diselamatkan Allah, tentunya merasa sangat bersyukur kepada Allah dan berusaha mengabdi kepada-Nya dengan sebaik-baiknya. Kurangnya iman, pemahaman dan kesungguh-sungguhan membuat mereka terjerumus kepada kejahiliyahan.

Sekali lagi marilah kita menengok kekayaan sejarah dan mencoba bercermin pada sejarah. Kembali kita akan menarik ibrah dari kisah Nabi Musa as dan kaumnya.

Dalam QS. Al-Maidah (5) ayat 20-26 : "Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu, ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun di antara umat-umat yang lain".

"Hai, kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi".

"Mereka berkata: "Hai Musa, sesungguhnya dalam negri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar dari negri itu. Jika mereka keluar dari negri itu, pasti kami akan memasukinya".

"Berkatalah dua orang di antara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: "Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman".

"Mereka berkata: "Hai Musa kami sekali-kali tidak akan memasukinya selama-lamanya selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja".

"Berkata Musa: "Ya Rabbku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasiq itu".

"Allah berfirman: "(Jika demikian), maka sesungguhnya negri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasiq itu".
Rangkaian ayat-ayat tersebut memberikan pelajaran yang mahal dan sangat berharga bagi kita, yakni bahwa manusia adalah anak lingkungannya. Ia juga makhluk kebiasaan yang sangat terpengaruh oleh lingkungannya dan perubahan besar baru akan terjadi jika mereka mau berusaha seperti tertera dalam QS. Ar-Ra'du (13):11, "Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, sampai mereka berusaha merubahnya sendiri".

Nabi Musa as adalah pemimpin yang dipilihkan Allah untuk mereka, seharusnyalah mereka tsiqqah pada Nabi Musa. Apalagi telah terbukti ketika mereka berputus asa dari pengejaran dan pengepungan Fir'aun beserta bala tentaranya yang terkenal ganas, Allah SWT berkenan mengijabahi do'a dan keyakinan Nabi Musa as sehingga menjawab segala kecemasan, keraguan dan kegalauan mereka seperti tercantum dalam QS. Asy-Syu'ara (26):61-62, "Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: "Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul". Musa menjawab: "Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Rabbku bersamaku, kelak Dia pasti akan memberi petunjuk kepadaku".

Semestinya kaum Nabi Musa melihat dan mau menarik ibrah (pelajaran) bahwa apa-apa yang diridhai Allah pasti akan dimudahkan oleh Allah dan mendapatkan keberhasilan karena jaminan kesuksesan yang diberikan Allah pada orang-orang beriman. Allah pasti akan bersama al-haq dan para pendukung kebenaran. Namun kaum Nabi Musa hanya melihat laut, musuh dan kesulitan-kesulitan tanpa adanya tekad untuk mengatasi semua itu sambil di sisi lain bermimpi tentang kesuksesan. Hal itu sungguh merupakan opium, candu yang berbahaya. Mereka menginginkan hasil tanpa kerja keras dan kesungguh-sungguhan. Mereka adalah "qaumun jabbarun" yang rendah, santai dan materialistik. Seharusnya mereka melihat bagaimana kesudahan nasib Fir'aun yang dikaramkan Allah di laut Merah.

Seandainya mereka yakin akan pertolongan Allah dan yakin akan dimenangkan Allah, mereka tentu tsiqqah pada kepemimpinan Nabi Musa dan yakin pula bahwa mereka dijamin Allah akan memasuki Palestina dengan selamat.

Bukankah Allah SWT telah berfirman dalam QS. 47:7, "In tanshurullah yanshurkum wayutsabbit bihil aqdaam" (Jika engkau menolong Allah, Allah akan menolongmu dan meneguhkan pendirianmu).
Hendaknya jangan sampai kita seperti Bani Israil yang bukannya tsiqqah dan taat kepada Nabi-Nya, mereka dengan segala kedegilannya malah menyuruh Nabi Musa as untuk berjuang sendiri. "Pergilah engkau dengan Tuhanmu". Hal itu sungguh merupakan kerendahan akhlak dan militansi, sehingga Allah mengharamkan bagi mereka untuk memasuki negri itu. Maka selama 40 tahun mereka berputar-putar tanpa pernah bisa memasuki negri itu.

Namun demikian, Allah yang Rahman dan Rahim tetap memberi mereka rizqi berupa ghomama, manna dan salwa, padahal mereka dalam kondisi sedang dihukum.

Tetapi tetap saja kedegilan mereka tampak dengan nyata ketika dengan tidak tahu dirinya mereka mengatakan kepada Nabi Musa tidak tahan bila hanya mendapat satu jenis makanan.

Orientasi keduniawian yang begitu dominan pada diri mereka membuat mereka begitu kurang ajar dan tidak beradab dalam bersikap terhadap pemimpin. Mereka berkata: "Ud'uulanaa robbaka" (Mintakan bagi kami pada Tuhanmu). Seyogyanya mereka berkata: "Pimpinlah kami untuk berdo'a pada Tuhan kita".

Kebodohan seperti itu pun kini sudah mentradisi di masyarakat. Banyak keluarga yang berstatus Muslim, tidak pernah ke masjid tapi mampu membayar sehingga banyak orang di masjid yang menyalatkan jenazah salah seorang keluarga mereka, sementara mereka duduk-duduk atau berdiri menonton saja.

Rasulullah saw memang telah memberikan nubuwat atau prediksi beliau: "Kelak kalian pasti akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian selangkah demi selangkah, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta dan sedepa demi sedepa". Sahabat bertanya: "Yahudi dan Nasrani ya Rasulullah?". Beliau menjawab: "Siapa lagi?".

Kebodohan dalam meneladani Rasulullah juga bisa terjadi di kalangan para pemikul dakwah sebagai warasatul anbiya (pewaris nabi). Mereka mengambil keteladanan dari beliau secara tidak tepat. Banyak ulama atau kiai yang suka disambut, dielu-elukan dan dilayani padahal Rasulullah tidak suka dilayani, dielu-elukan apalagi didewakan. Sebaliknya mereka enggan untuk mewarisi kepahitan, pengorbanan dan perjuangan Rasulullah. Hal itu menunjukkan merosotnya militansi di kalangan ulama-ulama amilin.
Mengapa hal itu juga terjadi di kalangan ulama, orang-orang yang notabene sudah sangat faham. Hal itu kiranya lebih disebabkan adanya pergeseran dalam hal cinta dan loyalitas, cinta kepada Allah, Rasul dan jihad di jalan-Nya telah digantikan dengan cinta kepada dunia.

Mentalitas Bal'am, ulama di zaman Fir'aun adalah mentalitas anjing sebagaimana digambarkan di Al-Qur'an. Dihalau dia menjulurkan lidah, didiamkan pun tetap menjulurkan lidah. Bal'am bukannya memihak pada Musa, malah memihak pada Fir'aun. Karena ia menyimpang dari jalur kebenaran, maka ia selalu dibayang-bayangi, didampingi syaithan. Ulama jenis Bal'am tidak mau berpihak dan menyuarakan kebenaran karena lebih suka menuruti hawa nafsu dan tarikan-tarikan duniawi yang rendah.

Kader yang tulus dan bersemangat tinggi pasti akan memiliki wawasan berfikir yang luas dan mulia. Misalnya, manusia yang memang memiliki akal akan bisa mengerti tentang berharganya cincin berlian, mereka mau berkelahi untuk memperebutkannya. Tetapi anjing yang ada di dekat cincin berlian tidak akan pernah bisa mengapresiasi cincin berlian. Ia baru akan berlari mengejar tulang, lalu mencari tempat untuk memuaskan kerakusannya. Sampailah anjing tersebut di tepi telaga yang bening dan ia serasa melihat musuh di permukaan telaga yang dianggapnya akan merebut tulang darinya. Karena kebodohannya ia tak tahu bahwa itu adalah bayangan dirinya. Ia menerkam bayangan dirinya tersebut di telaga, hingga ia tenggelam dan mati.

Kebahagiaan sejati akan diperoleh manusia bila ia tidak bertumpu pada sesuatu yang fana dan rapuh, dan sebaliknya justru berorientasi pada keabadian.

Nabi Yusuf as sebuah contoh keistiqomahan, ia memilih di penjara daripada harus menuruti hawa nafsu rendah manusia. Ia yang benar di penjara, sementara yang salah malah bebas.

Ada satu hal lagi yang bisa kita petik dari kisah Nabi Yusuf as. Wanita-wanita yang mempergunjingkan Zulaikha diundang ke istana untuk melihat Nabi Yusuf. Mereka mengiris-iris jari-jari tangan mereka karena terpesona melihat Nabi Yusuf. "Demi Allah, ini pasti bukan manusia". Kekaguman dan keterpesonaan mereka pada seraut wajah tampan milik Nabi Yusuf membuat mereka tidak merasakan sakitnya teriris-iris.

Hal yang demikian bisa pula terjadi pada orang-orang yang punya cita-cita mulia ingin bersama para nabi dan rasul, shidiqin, syuhada dan shalihin. Mereka tentunya akan sanggup melupakan sakitnya penderitaan dan kepahitan perjuangan karena keterpesonaan mereka pada surga dengan segala kenikmatannya yang dijanjikan.

Itulah ibrah yang harus dijadikan pusat perhatian para da'i. Apalagi berkurban di jalan Allah adalah sekedar mengembalikan sesuatu yang berasal dari Allah jua. Kadang kita berat berinfaq, padahal harta kita dari-Nya. Kita terlalu perhitungan dengan tenaga dan waktu untuk berbuat sesuatu di jalan Allah padahal semua yang kita miliki berupa ilmu dan kemuliaan keseluruhannya juga berasal dari Allah. Semoga kita terhindar dari penyimpangan-penyimpangan seperti itu dan tetap memiliki jiddiyah, militansi untuk senantiasa berjuang di jalan-Nya. Amin.
Wallahu a'lam bis shawab

Catatan Untuk Murabbi: Setelah mendapatkan taujih ini diharapkan kader Memahami urgensi militansi kader dalam pemenangan dakwah serta memahami cara-cara membina militansi kader

Email this post

untuk tidak terhapus

Minggu, 05 Oktober 2008

sekarang pukul 3

Email this post

Design by Amanda @ Blogger Buster